Senin, 09 Januari 2012

Say Yes To Sucses

Bruggg .....

"Aw...." batu kali yang menghantam percis dibawah leher ku yang panjang sempat membuat emosiku naik hingga ke ubun.
lalu aku pun siap membalas perbuatan yang sangat tercela itu.
"Siapa sih yang ngelempar batu ? ga tau apa ya kalo orang lagi cape" sambil tengak tengok sekitar.
Malangnya si pelaku tidak menampakan ujung hidung sekalipun. Lalu aku pun bergegas lari kembali sambil ngoceh ngoceh "hah,, mungkin hidung tuh orang pesek kali, sampai ujjung hidungnya pun ga keliatan sma sekali"

****



"Mithaaaaa....."
terdengar suara Nengsih menggelegar disepanjang jalan gor Dewaga.
lantas aku berhenti untuk sekedar menyapa Nengsih yang baru saja datang dengan jam karetnya.
"Lama amat sih Nenggg ? jam mu itu telat berapa menit siiiihh?" Aku udah 3 keliling kamu baru datang" omelku.
"maaf tha,, aku abis nganter mamaku beli kebutuhan bulanan" pinta Nengsih sambil ngerengek manja
"Yo wisss, yang penting kamu datang, dari tadi aku sendiri. Sambil ngeliat cowo cowo kece hahahaha" tawaku memecahkan emosi.

Aku dan nengsih terus berlari melawan angin kelelahan demi sebuah impian yang begitu kami impikan.
Hari terus berlari, bulan tak pernah berhenti berjalan
waktu tak pernah terlambat mendetikan jarumnya.

Kami tinggal diwilayah yang begitu sejuk, damai, tentram, dan indah.
Namun di sela tawaku bersama Nengsih begitu banyak yang ku pendam dalam kesendirian kamar.
Aku adalah seorang dari keluarga biasa yang mempunyai tekad tak berpenghalang. Menjadi satpam negara adalah anganku. Aku tinggal bersama sebuah keluarga disiplin, baik, dan keras.
Kedua orang tua ku tinggal nan jauh di saudi arabia, menjadi seorang TKI di Negeri orang.
Dalam kamar aku ingin memberontak, kenapa hanya uang dan uang yang mereka pikirkan sedngkan aku anak semata wayang mereka ditenggelamkan saja di lautan rumah tangga orang. Makan enakpun seperti memakan duri. Tajam, keras, tak berasa.

Saat itu aku dan keluarga pa imron pergi merayakan sebuah keberhsilan usahanya.
Banyak menu yang ditawakan. Mulai dari bakso bakar, seafood, freidchiken, dan banyak lagi. Ka Didi anak pertama dari pa Imron dan Bu Nadia memilih menu yang sangat mahal di restaurant tersebut. Beda halnya denganku. Aku memesan sebotol teh hangat dan bakso biasa sebagai penjanggal perut di malam hari. Saat hidangan disajikan batinku berteriak "aku mau sup buah yang di pesan bu Nadia, aku ingin Seafood yang terhidang didepa mataku" namun aku ingat pesan ibu "harus bisa bawa diri dan tidak banyak memilih" Tuhan aku ingin itu, tapi segera aku cegah dengan sesuap baso yang besar sekali.
Aku ingin meminta hidangan yang begitu aku sukai di pangkuan ibu dan bapak
tapi aku hanya bisa diam dan memakan sendok demi sendok yang kupesan tadi.

***

Setibanya dirumah dengan masih terbayangkn harumnya udang bakar, dan indahnya soup buah aku bergegas ke ruang TV bersama keluarga pa Imron. hatiku terhentak saat ada stasiun berita mengabarkan terjadi pengimintidasian kepada para TKI
Aku tak bisa menghentikan kegelisahanku dan aku lebih memilih kamar untuk berdiam diriku.
Aku berontak, kenapa harus warga Indonesia yang mengabdi di negara orang, sedangkan para pengusaha di Indonesia adalah warga asing. Aku ngin menyelamatkan mereka, aku ingin memboyong ibu dan bapak dn bekerja di Negeri ini. Walau hanya sebagai tukang kerupuk keliling. Aku ingin mereka disini. Aku inginnnnnn .........

***

Semalam aku pun tidur kurang nyenyak,, hari ini kusiap menyantap waktu yang pasti melelahkan.
Hidupku sekarang hanya mantapkan tekad untuk meraih kesuksesanku agar aku bisa membawa pulang kembali ibu dan bapak yang masih tertahan kontrak disana. Aku ingin bebaskan TKI yang terintimidasi disana, ingin punya bayak uang agar ibu dan bapak tinggal menikmatinya.
Aku lakukan semua hanya demi mereka.
Demi Mereka yang ku sayang


# To be continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar