Jumat, 06 Januari 2012

Ibuku Perempuan gila

1)
Mata basah embun
Matahari menggeser malam
dengan jendela menatap langit bening seperti sunyi
ku ambil pakaian yang tereletak di lantai
lalu pintu terbuka bersama langkah
yang tak pernah bisa ku kenali
mataku terus menatap langkah itu dengan hatihati
ingin rasanya ku lihat jejak langkah atau ku potret untuk KTP
mungkin bisa dibagikan kepada orangorang
agar mereka bisa memeluk ku dalam ruang lengang
yang rawan gempa, banjir, topan
dan tempat pencarian kambing hitam
mataku menjadi saksi
ketika membuka gerbangnya dengan telunjuk
ku temukan orangorang memunggungi tubuhnya
airmata tak pernah surut
segalanya tampak asing bagiku
setelah menyisir jalan bertahuntahun
demi mendapati jawaban dari pertanyaanku
kepada lukisan perempuan bermata sayu dalam kamarku.



2)
Di tengah bising dan lalulalang bayangKu tatap keheningan
seperti dalam ruangan kosong
dan ku duduk di tengah ruangan dengan sebatang lilin
ruangan itu sering berganti warna
jika putih, mataku bercahaya berkilau perak
               seperti telaga jernih tersorot matahari
jika biru mataku tergenang seperti samudra
              dan langit hidup di atas gelombangnya
jiika merah mataku seperti bara
              lilin menyala ketaika tertatap
jika hitam mataku gelap dan lilin pun turut padam

namun ruangan ini mengasyikkan
orangorang sering berkunjung
sekedar menikmati pemandangan
jalanjalan
bekerja
bahkan menulis kata
walaupun mereka tak mengetahui maknanya
di sinilah ku mulai melkis kembali
gambar perempuan bermata sayu
persis seperti di dinding kamarku
meski dengan tertatih
dan lelah.

3)
Kembara lantunan birahi
batu bundar menjemur diri
gerbanggerbang rapat
lampu tak pernah mati
meledaklah mimpi
penggusuran semakin seru
ketika kebenaran berdiskusi
mataku sering dikejar polisi
ditembak setelah terjang batas dan membakarnya
selalu berantakan
dalam pelarian
di depan rumah makan
perempuan tua bermata legam
rambut putih panjang
gigi hitam runcing
berebut sebungkus nasi kucing dalam tong

tanpa disadari
Ia sodorkan setengahnya

pada ku.


4)
ku berteman perempuan gila
setiap malam menatap langit
menghitung awan yang pecah purnama
berkunjung ke suatu entah yang mendebarkan
dan mengerikan

biasanya,  trotoar mencuri tubuh kita

ku suka sekali menatap legam matanya
seperti sajak yang menelanjangi

setiap  malam di pinggir sungai

kita tertawa dan berkisah apa yang dirasa
          dan diingat
dari matanya

kudapati kata yang hening
seperti malam dalam penjara


5)
Suatu ketika
perempuan itu berkisah
dengan mata menatap arus sungai
bercampur sampah
Ia menuturkan  tentang seseorang
dan kutangkap itu
adalah lelaki

perempuan itu menangis
memukul kepalanya
kakinya menendang tanah
kemudian tertawa
ku dekati
ku berikan selembar lukisan

Ia terdiam

mataku temukan keindahan
dalam matanya
ketika menatap lukisan perempuan bermata sayu
tibatiba
Ia menyisir rambutnya dengan tangan
mengusap wajahnya
dan berdiri lenggaklenggok
bersenandung, menari-nari
seperti menemmukan masa mudanya


6.
Setiap nafas, setiap debu mengubud  harapan
setiap arah terbelah
setiap rasa menggedor dada
dalam perjalanan menemukan asalmula
dengan harga diri yang tak lazim
namun   perempuan gila membawa senja
ketika mata kami memannnndang sebuah lukisan
di kamar layak kamar mandi
samping jalan bebas hambatan
terkesima
kutatap habis perempuan gila
masih tertawa sambil menarinari
terkadang memanggil ke setiap kaki yang melangkah
dan selalu berkata setubuhi aku
apakah ini penantian?
ku telliti guratan matannya
sesaat ku terdiam dengan lelehan air mata
dan
perempuan itu lompati pagar pembatas
dengan deru mesin jalanan
terus berkata setubuhi aku
lalu
brak!
hening hancur oleh darah
sebagian menempel di wajah
tercampur air mata
ku menjerit memeluk tubuh remuk
bersama lukisan perempuan bermata sayu
terbang terbawa angin

entah kemana?




-Nana Sastrawan-
*Dalam buku Kitab Hujan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar