Helai lembut ini mulai menyadarkan aku bahwa aku tidak akan pernah mampu menggenggammu. Entahlah, kenangan manis yang pernah kita lewati berdua pun rasanya enggan menyatukan lagi rasa yang dulu. Sepertinya ini ketakutanku di awal perbincangan kita. Dimana aku merasa bahwa kau sudah terlanjur fasih untuk menjatuhkan hati. Awalnya aku bahagia dengan itu, kau mampu menjatuhkan seluruh rasamu kepadaku. Tapi ternyata aku disadarkan, oleh angin yang menari di pori pori kulitku. Kamu terlalu hebat untuk disandingkan dengan aku yang tak punya apa apa, kamu terlalu kuat. terlalu Saat aku benar benar bahagia di dalam bingkai kemunafikan yang kau ciptakan, Lantas aku dengan lugu menari menyaksikan senyumanmu yang ternyata bukan hanya untukku
Rasanya aku tidak perlu lagi berjuang menahan sesak dalam
sumur kepongahanmu, harusnya aku sadar bahwa airmata tak pernah pantas mengalir
karena sikapmu, aku tak perlu lagi bergulat dengan rindu, aku tak perlu lagi
menahan kantuk untuk menunggu pesanmu, lagi lagi aku tak perlu untuk mencari
keberadaanmu. Karena semuanya hanya aku yang melakukan dan yang lebih menyakitkan
lagi bahwa kamu melakukan hal yang sama kepada dia.
Apa benar aku tak pantas? Siapa yang tak pantas? Aku atau
kamu? Bila aku yang tak pantas untuk disandingkan disebelah tangan kirimu maka
aku akan melepaskannya dan pergilah engkau. Aku akan tetap setia disini, setia
menunggu orang yang memantaskan dirinya untuk meraih tangan kanan ku.
Ternyata selama ini aku memperjuangkan orang yang tak pernah
sedikitpun memperjuangkan aku. Aku menggenggam erat tangan mu, namun kau
melepaskan dan meraih tangan yang lain. Sudahkah kau puas melihat pengorbanaku
yang kau sepelekan? Aku baru sadar bahwa kau tak benar benar menginginkanku.
Setiap kali aku mengirimkan pesan singkat, terlalu lama aku menunggu balasanmu,
dan bodohnya, aku pikir kau sedang sibuk dengan urusanmu. Tiap kali kau katakan
kemerduan cinta lewat kata kata, aku lebih sering menyimpannya agar aku dapat
terus tersenyum melihat pola mu yang {tidak} berjuang untukku. Tapi ternyata
kau lebih suka mengakhiri pesanku tanpa kau baca sebelumnya. Kini waktu membuktikan
padaku bahwa kau tak pantas untuk aku rindukan. Dari penglihatan kedua mataku,
bahwasanya handpone mu tetap berada didalam penguasaan tanganmu. Dan yang lebih
menyakitkan, saat kau sibuk pun kau tetap mengetikkan kata kata yang kau balas
entah untuk siapa.
Aku baru mengerti, selama ini aku salah menilai
kepribadianmu. Rasanya selama ini pesan singkat yang kau tunjukan hanya sebatas
agar aku tak berpaling menjadi orang bodoh yang mencintaimu. Agar kau bisa
mudah mendekati dan menghempaskan aku sesuai kebutuhanmu.
Maaf, Detik ini aku tak lagi menjadi orang bodoh yang
merindukanmu, mencintaimu, dan menyayangimu. Lebih baik kita bangu kehidupan
seperti awal lagi, dimana aku dan kamu tak saling kenal dan sapa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar