Awal dari pertemuan kita cukup membuatku bahagia. Lengkung
pipimu berisyarat, membentuk cahaya indah yang memancarkan ketenangan. Engkau
bagaikan harum melati ditengah taman, engkau senyawa asetilkolin yang menghatarkan
impuls impuls kasih dalam ragaku. Didekatmu aku tenang ibarat tengah santai di
pelipir telaga. Melihat senyummu, aku terhanyut dalam lantunan melodi
keindahan, segala tentangmu membuat aku ingin terus memberikan sentuhan
perlindungan yang menopang air matamu agar tidak terjatuh. Entahlah semua
tentangmu saat ini.
Namun seketika aku mengingat dia yang selalu memelukku dalam
doa’nya, teringat dia yang mendekap hangat tubuhku saat kami menelusuri
indahnya jalan kota, teringat dia yang mapu menemani dimasa aku terlempar dan
terdustakan oleh dunia, aku terus mengingat dia dengan berbagi tingkah gilanya
untuk sekedar membuat ku tersenyum. Dan aku pun teringat dia yang tanpa sadar
cintanya kini aku duakan.
Cinta ini terjaga direlung hati, hanya Tuhan dan aku yang
tau. Aku punya dia sementara kamu sendiri apakah orang kan tahu bahwa kita
mencinta??? Apakah ini namanya cinta diam diam? Apakah ini yang diartikan
perselingkuhan? Atau ini berarti pengkhianatan? Aku tak tau dan mengerti. Biarlah raga ini jadi miliknya, namun jiwa
dan cintaku hanya untukmu.
Tuhan, Aku tahu, aku adalah seorang lelaki pecundang yang
tak pernah bisa mengambil sebuah keputusan hebat. Rasanya aku malu olehMu, aku
bukan lelaki soleh yang berjalan berdasarkan syariatmu. Rasa cinta ini terlalu
sulit aku pendam sendiri. Aku belum bisa menjadi Ali bin Abu Thalib yang
mencintai Fatimah dengan cinta paling mulia. Cinta yang kau berikan terbelah
menjadi dua keeping yang tak pasti. Untuknya dan untuk dia. Aku hanya bisa
menunggu waktu yang Kau simpan untukku. Waktu dimana aku berhenti bejuang untuk
salah satu dari mereka. Waktu yang mengajarkan aku keberanian untuk berlari
mengejar sesuatu yang jadi kebutuhan dan keutuhanku.
Aku menunggu waktu itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar